Nataconnexindo.com, Tangerang – Pada Hari Perempuan Sedunia pekan ini, Facebook bekerjasama dengan World Bank Group, Clinton Global Inisiative, Ladysmith Collective, dan EqualMeasure2030 merilis studi mengenai penggunaan internet oleh kaum perempuan di seluruh dunia.
Studi tersebut melibatkan 420 ribu orang dari 200 negara di seuruh dunia. Studi yang difokuskan pada kesetaraan akses terhadap sumber daya, waktu yang dihabiskan untuk kerja tanpa upah, dan sikap terhadap kesetaraan.
Dalam studi tersebut terungkap bahwa masih terdapat kecenderungan perempuan mendapatkan upah lebih sedikit dibandingkan laki-laki dan bergantung secara finansial kepada orang lain. Hal ini diungkapkan oleh Manajer Program-Program Kebijakan untuk Facebook Dessy Sukendar.
Hasil studi juga mengungkap bahwa seperempat perempuan di dunia masih khawatir terhadap masa depan pekerjaan mereka. Dalam respon hasil survey juga terungkap bahwa kaum perempuan mengaku menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan tanpa upah dan pekerjaan rumah tangga sebagai akibat dari Covid-19.
Kaum perempuan lebih rentan terdampak oleh Pandemi sebagaimana hasil studi yang diungkapkan. Dalam hasil studi Future of Business Facebook dengan Bank Dunia dan OECD diungkapkan bahwa UMKM yang dimiliki perempuan lebih cenderung melaporkan bisnis tutup karena Covid-19.
Hasil dari survei yang dilakukan oleh lembaga-lemabaga ini menegaskan bahwa perempuan mengemban beban terhadap keluarga lebih besar. Di Asia Timur dan Pasifik misalnya, sebesar 20 persen dari perempuan yang berwirausaha mengatakan bahwa mereka menghabiskan enam jam tiap harinya untuk memikul tanggung jawab di rumah tangga, dibandingkan dengan laki-laki yang menghabiskan waktu untuk mengurusi keluarganya sebesar 12 persen saja.
Akses Terhadap Internet Jadi Solusinya
Internet dinilai dapat menjadi solusi pemberdayaan kaum perempuan. Hal ini berdasarkan fakta yang berasal dari studi yang dilakukan oleh Clinton Global Initiative. Dalam studi tersebut terungkap bahwa sebesar 52 persen perempuan di seluruh belum memiliki akses terhadap internet. Secara rata-rata perempuan lebih kecil kemungkinan untuk memiliki ponsel dibandingkan dengan laki-laki.
Dalam hal interaksi-pun, perempuan lebih kecil kemungkinan untuk berinteraksi secara online. Padahal menurut studi yang dilakukan oleh Accenture menunjukkan, ketika perempuan dan laki-laki memiliki tingkat kefasihan digital yang sama, wanita berhasil mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga sangat disayangkan terjadi ketimpangan akses internet antara laki-laki dan perempuan.
Perempuan yang memiliki akses terhadap Internet dan berwirausaha dengan menggunakan Internet menunjukan tingkat leksibilitas yang lebih tinggi terhadap model bisnis mereka dalam merespon situasi Covid-19. Faktanya, perempuan wirausaha cenderung mendapatkan 50 persen hasil penjualan melalui saluran digital.
Apalagi dengan zaman yang berubah semakin digital. Akses terhadap Internet menjadi salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan perempuan. Internet dapat memberikan akses ke pasar yang sangat luas bagi wirausahawan. Sehingga dengan memiliki akses terhadap internet yang setara dapat memberikan inspirasi pada kaum perempuan untuk mulai berbisnis karena melihat pasar menjadi terbuka luas dengan adanya Internet.
Sebagai contoh seorang perempuan pengusaha Batik yang mulai menggunakan Internet mampu meningkatkan penjualan Batik Kultur sebesar 60 persen dalam 10 bulan pertama, dan juga meningkatkan basis pelanggan hingga 70 persen.
Hal ini menunjukan bahwa kefasihan digital kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki. Namun efek yang dihasilkan dapat lebih berdampak karena perempuan memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap berbagai perubahan yang terjadi dengan sangat cepat. Akses terhadap Internet dapat jadi solusi penting untuk pemberdayaan perempuan. (ADR)