Nataconnexindo.com,
Tangerang – Pemerintah kembali memberlakukan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta sebagai akibat dari menipisnya
kapasitas rumah sakit untuk menampung pasien COVID-19. Pemberlakuan PSBB jilid
2 ini mau tidak mau akan berdampak pada industri iklan sebagaimana PSBB jilid 1
dan PSBB Transisi lalu. Lalu apa yang bisa dipelajari dari pemberlakukan PSBB
lalu? Nata Connexindo akan merangkum laporan Nielsen Media Indonesia pada 25
Agustus yang lalu.
Keberadaan industri periklanan memang
tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan industri lainnya. Kondisi industri lain
akan sangat berpengaruh pada kondisi industri periklanan. Periklanan merupakan
suatu bentuk komunikasi dengan tujuan mengajak orang meihat, membaca, atau
mendengarkan untuk melakukan sesuatu.
baca juga: Aktivitas Belanja Online Naik 400 Persen Selama Pandemi
Seperti yang diketahui, pemberlakuan
PSBB memang memberikan dampak yang tidak kecil bagi industri lainnya. Hal ini
pada akhirnya akan direfleksikan pada belanja iklan berbagai industri. PSBB
yang membatasi mobilitas masyarakat termasuk mobilitas belanja dan usaha akan
secara signifikan membatasi daya beli kebanyakan masyarakat Indonesia. Daya
beli yang terbatas tentu akan membatasi kemampuan belanja masyarakat sehingga
terjadi penurunan penjualan berbagai macam produk non esensial.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
daya beli masyarakat hanya 2,84% pada kuartal I-2020. Angka ini turun drastis
dibandingkan dengan kuartal I-2020 yang berada pada kisaran 5,02%. Bagaimana
penurunan daya beli masyarakat terhadap belanja iklan berbagai industri di
Indonesia? Simak selengkapnya di sini.
Belanja Iklan di
Semua Media pada Quartal I Masih Positif
Menurut data dari Nielsen Media
Indonesia, belanja iklan untuk semua jenis media pada 3 bulan pertama masih
bergerak postif. Tercatat terjadi kenaikan belanja sebesar 14% dari bulan
Januari ke Februari, lalu kembali terjadi kenaikan belanja pada Maret sebesar
17%. Dengan total belanja iklan hingga Rp. 122 triliun, belanja iklan masih
didominasi oleh media TV sebesar 72% diikuti oleh belanja iklan digital 20%
dengan total belanja iklan TV nasional sebesar Rp. 88,2 Trilliun dan Digital
sebesar Rp. 24,2 T.
Kenaikan postif belanja iklan ini
terlihat untuk hampir semua industri. Industri konsumsi dan kebutuhan
sehari-hari masih memegang rekor belanja iklan tertinggi hingga Maret 2020.
Disini masih terlihat bahwa kondisi perkeonomian secara umum masih bergerak
postif sehingga belanja iklan juga turut mendapat dorongan postif dengan jumlah
belanja yang luar biasa tinggi. Namun, pada Quartal berikutnya setelah
pemberlakuan PSBB mulai terlihat, penurunan yang
cukup signifikan terjadi pada belanja iklan.
Belanja Iklan
Mulai Tertekan pada Quartal 2
Permulaan pemberlakuan PSBB pada April
2020 lalu benar-benar memberikan tekanan yang cukup kuat bagi industri iklan.
Hal ini tercermin dari penurunan belanja iklan yang menembus angka 14% pada
permulaan bulan April. Industri iklan juga dipaksa untuk berubah baik dari cara
komunikasi hingga media yang dipilih.
Beberapa produk mulai merubah gaya
komunikasinya. Sebagai contoh produk kesehatan Vitalong C yang sebelum
pemberlakuan PSBB lebih menekankan komunikasinya pada keunggulan produk time
realis 12 Jam, namun setelah PSBB merubah penekanan komunikasinya menjadi Vitamin
C sebagai salah satu Penangkal COVID-19. Begitu juga dengan produk Freshcare
yang sebelum pemberlakuan PSBB menekankan komunikasinya pada nilai tradisi,
merubah penekanan komunikasinya pada masa pemberlakuan PSBB menjadi membantu
melegakan pernafasan saat menggunakan masker.
Pada sisi penggunaan media juga
terlihat perubahan yang cukup signifikan. Daripada memproduksi iklan audio
visual untuk ditayangkan pada rehat antar program TV, selama PSBB beberapa
produk memilih untuk beriklan di dalam program TV. Terjadi kenaikan hingga 9%
dari belanja ikla dalam program dengan iklan TOP Kategori industri konsumsi
seperti kopi, ecommerce, dan mie instan.
Meskipun Belanja
Tertekan terjadi Peningkatan Belanja pada Beberapa Kategori
Nielsen Media mencatat terjadinya
peningkatan belanja dari 9 top kategori untuk belanja iklan pada media TV dan
Digital jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seperti terlihat dari
peningkatan belanja online service yang naik hingga 73%, Cosmetics dan
Make Up hingga 161%, Coffe dan Tea 28%, Mie Instan hingga
54%, Snack dan Biscuit hingga 42%. Namun pada kategori produk
Rokok terjadi penurunan yang cukup signifikan hingga -27%.
Namun peningkatan ini tidak cukup mendorong
tumbuhnya belanja iklan selama PSBB. Justru terjadi penurunan paling rendah
pada belanja iklan pada akhir pemberlakuan PSBB Mei 2020 lalu. Hal ini menunjukkan sekali lagi bahwa pemberlakuan PSBB mau
tidak mau memberikan tekanan cukup besar pada berbagai industri. Tekanan
tersebut tercermin dari menurunnya belanja iklan pada hampir semua industri,
namun penekanan ini diperlambat dengan meningkatnya belanja iklan untuk
beberapa kategori besar.
Adaptasi Iklan
dengan Kondisi Pandemi
Terjadi perubahan gaya komunikasi selama
pandemi COVID-19 ini. Beberapa Brand memilih untuk beriklan sambil berdonasi
selama pandemi berlangsung. Beberapa produk seperti Lifebuoy memilih bekerjasama dengan Klik Dokter untuk memberikan
layanan konsultasi kesehatan. Sementara beberapa produk seperti Joss-C memilih
untuk memberikan donasi dan bantuan kepada masyarakat. Pada sektor properti pun
banyak pengembang yang mulai memberikan bantuan kepada masyarakat sambil
melakukan promosi. Beberapa produk memilih menggunakan animasi untuk membuat
iklan edukatif seperti yang dilakukan Implora dan AICE.
Media Digital
sebagai Alternatif
Dengan pemberlakukan pembatasan
interaksi fisik, masyarakat akan banyak mengkonsumsi media hiburan seperti
Televisi, Radio, Majalah, dan terutama media digital. UCWeb dari Alibaba Group,
menunjukkan 85 persen dari total konsumen berita daring masih berasal dari kota
atau wilayah tingkat 1 seperti Jakarta dengan 55 persen, Jawa Timur (19 persen)
dan Jawa Barat (11 persen). Media sosial menjadi penyedia konten yang paling
banyak dikonsumsi masyarakat dengan persentase 97,4 persen atau 129,2 juta.
Selanjutnya konten hiburan menduduki posisi kedua dengan 96,8 persen, dan
berita dengan 96,4 persen.
Hal ini menunjukkan peningkatan konsumsi konten digital yang
sangat besar selama pembatasan mobilitas fisik. Dengan peningkatan yang sangat
besar ini, media digital dapat menjadi alternatif belanja iklan bagi industri
yang terdampak COVID-19 karena media ini menawarkan fleksibilitas anggaran yang
lebih besar dibandingkan dengan media lainnya.
Kesimpulan
Pemberlakuan PSBB jilid 2 yang
dilakukan di Jakarta akan kembali memberikan dampak yang cukup signifikan pada berbagai industri. Hal ini
akan berdampak pula pada industri periklanan. Oleh karena itu, melihat trend penurunan
belanja pada media TV, radio, dan cetak yang terjadi pada masa PSBB sebelumnya,
industri dan bisnis harus lebih proaktif dengan kembali menyesuaikan gaya komunikasi
dengan media yang digunakan. Media Digital merupakan alternatif yang paling
rasional yang dapat dipilih oleh pelaku industri untuk tetap mempertahankan
aktivitas promosi dan iklannya karena media digitial tidak memerlukan angaran
iklan yang terlalu besar. (ADR).