Nataconnexindo.com, Tangerang – Penambahan kasus COVID-19 yang melonjak tinggi menyebabkan terjadinya krisis yang harus segera ditanggulangi. Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Joko Widodo mengumumkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat atau disingkat PPKM Darurat pada 1 Juli 2021 yang lalu.
Penerapan PPKM Darurat ini dimaksudkan untuk membendung penyebaran COVID-19 yang akhir-akhir ini terjadi dengan sangat deras. Untuk wilayah DKI Jakarta saja saat ini tingkat keterisian kamar isolasi dan ICU di Rumah Sakit telah mencapai rata-rata 90 persen. Secara nasional, tingkat keterisian kamar isolasi dan ICU juga telah menunjukan tingkat yang cukup mengkhawatirkan.
PPKM Darurat direncanakan untuk diterapkan selama dua pekan ke depan mulai dari tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Penerapan PPKM Darurat ini diharapkan mampu memperlambat laju penyebaran dan menurunkan tingkat keterisian ruang isolasi dan ICU rumah sakit-rumah sakit yang ada di Jawa dan Bali.
Namun, belajar dari penerapan kebijakan serupa selama tahun 2020 yang lalu, penerapan PPKM Darurat tahun ini diprediksi akan memberikan dampak pada pasar properti. Pergerakan pasar properti sejak Pandemi COVID-19 di awal 2020 yang lalu memperlihatkan pola yang tidak stabil. Naik turun pasar properti masih menunjukkan sebuah kondisi jangka pendek dan belum membentuk pola jangka panjang yang stabil. Meskipun mulai terjadi pertumbuhan tipis sejak semester 2 tahun 2020, pasar properti diperkirakan masih rentan terhadap penurunan yang lebih dalam lagi.
Pasar Properti Jabodetabek dan Banten terutama pada sektor perumahan sempat mengalami pertumbuhan hingga 12,2 persen pada semester 1 tahun 2021 ini. Pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut terutama disumbang dari sektor perumahan dan insentif yang dikucurkan pemerintah berupa relaksasi PPN hingga 100 persen untuk properti di bawah harga Rp2 Milyar dan relaksasi PPN hingga 50 persen untuk properti pada rentang harga Rp2 Milyar hingga Rp5 Milyar.
Lalu, bagaimana dampak PPKM Darurat pada pasar properti? CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghada memberikan pandangannya.
Kendala Mobilitas dan Potensi Daya Beli Masyarakat yang Masih Tinggi
Bercermin pada kejadian tahun 2020 yang lalu, masa awal Pandemi dan pemberlakuan PSBB sempat membuat pasar properti anjlok hingga 50,1 persen. Penerapan PPKM Darurat kali ini juga memiliki potensi yang sama dengan penerapan PSBB pada masa awal Pandemi. Namun, Ali menegaskan bahwa penurunan pertumbuhan pasar properti tersebut bukan dikarenakan terjadinya penurunan daya beli masyarakat terhadap produk properti akan tetapi lebih pada terganggunya mobilitas masyarakat.
Menurut Ali, transaksi properti tidak dapat sepenuhnya dilakukan secara online. Setiap pembeli properti pastinya harus dan ingin merasakan atau melihat secara fisik bangunan dan lingkungan dari properti yang akan dibelinya. Keterbatasan mobilitas tersebut yang dipandang akan mengganggu pertumbuhan pasar properti. Ali menambahkan bahwa pasar properti akan terkontraksi 5 sampai 10 persen dibandingkan pada triwulan pertama tahun 2021 ini.
Untuk menghadapi kendala mobilitas tersebut, Pengembang Properti diharapkan terus melakukan inovasi pengenalan produk properti kepada calon konsumen. Meskipun mobilitas masyarakat terganggu, namun minat dan ketertarikan masyarakat terhadap produk properti masih cenderung tinggi.
Keterbatasan mobilitas terutama mobilitas untuk melihat produk properti secara langsung akan membuat Pengembang Properti menghadapi tunda beli properti lebih lama dari yang diharapkan. Namun, penerapan PPKM yang relatif singkat selama dua pekan ke depan akan mengembalikan mobilitas masyarakat yang berminat pada produk properti. Oleh karena itu, promosi secara online menjadi kewajiban Pengembang Properti untuk tetap memelihara minat dan ketertarikan calon pembeli properti.
Perpanjangan Relaksasi PPN Mempertahankan Pertumbuhan Pasar
Di sisi lain, perpanjangan kebijakan relaksasi PPN dipandang memberikan pengaruh cukup besar untuk mempertahankan pertumbuhan pasar properti. Perpanjangan relaksasi PPN tersebut memang tidak dapat memastikan pertumbuhan penjualan yang cukup signifikan, namun relaksasi tersebut akan meningkatkan daya beli masyarakat pada produk properti dan memelihara minat dan ketertarikan masyarakat untuk membeli produk properti.
Akan tetapi, Ali Tranghada mengingatkan jika pengetatan kegiatan masyarakat melalui kebijakan PPKM Darurat terjadi secara berkepanjangan, maka pertumbuhan pasar properti dapat terkoreksi cukup dalam. Hal ini karena pasar properti sangat bergantung pada tingkat mobilitas konsumen properti terutama mereka yang ingin melihat produk fisik properti yang diminatinya.
Saat ini saja, beberapa proses akad dan pertanahan masih terganggu karena instansi-instansi terkait yang menerapkan kebijakan WFH. Oleh karena itu, penerapan PPKM Darurat harus dilaksanakan dengan disiplin yang tinggi agar tingkat penyebaran COVID-19 dapat ditekan secepatnya. (ADR)