Nataconnexindo.com,
Tangerang – Ekonomi digital
telah menjadi salah satu tren ekonomi terbesar selama beberapa tahun terakhir.
Kemunculan berbagai platform digital menjadi penanda dari bangkitnya ekonomi
digital hampir di seluruh belahan dunia. Hari ini, kita menyaksikan tingginya
dampak ekonomi digital pada kehidupan masyarakat. Katakan saja beberapa
platform digital seperti Uber, Amazon, Facebook, dan YouTube telah begitu akrab dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat.
Ekonomi digital adalah aspek ekonomi
yang berbasiskan pada pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi informasi dan
komunikasi digital. Pemanfaatan cara komunikasi baru ini memberikan dampak
hampir pada setiap aspek kegiatan ekonomi. Mulai dari aspek transaksi,
produksi, pemasaran, hingga administrasi.
Cisco dan Jungle Ventures merilis
sebuah laporan yang menunjukan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Asia
Tenggara. Presiden Cisco untuk Asean, Naveen Menon, mengatakan bahwa kawasan ASEAN merupakan kawasan dengan perkembangan ekonomi
digital paling pesat dengan berkembangnya berbagai platform berbasis digital di
sektor-sektor vital.
Berdasarkan penelitian yang dirilis
Cisco berjudul Emerging Disruptors from the Global Pandemic (Disruptor yang
Muncul akibat Pandemi Global) menunjukkan bagaimana perubahan dalam ekonomi
global telah berkontribusi pada munculnya startup yang mengubah industri serta
mendisrupsi organisasi.
Meningkatnya
Kecenderungan untuk Mencoba Layanan Internet
Peningkatan platform media digital dan
pelayanan online membuat banyak customer mencoba layanan internet untuk pertama kalinya. Peningkatan
konsumen digital dari 22% menjadi 58% dari total penduduk Asia Tenggara hanya
dalam waktu 2 tahun saja menunjukan tingginya minat masyarakat Asia Tenggara
dalam mencoba layanan berbasis Internet.
Kecendurungan minat yang tinggi ini
terlihat dari perilaku customer selama masa pandemi sepanjang tahun 2020. Customer
yang mengetahui layanan online tetapi ragu-ragu atau skeptis terhadap
keampuhannya akan lebih terbuka untuk mencoba dan akhirnya mengadopsi layanan
ini selama pandemi karena pergerakan mereka yang terbatas. Penyedia layanan
dapat memanfaatkan ini untuk tumbuh dari basis pengadopsi awal dan khusus
mereka untuk menikmati penetrasi pasar massal.
Peralihan dari Koordinasi Tersentralisasi kepada
Koordinasi Terdistribusi
Dampak pertumbuhan ekonomi digital
tidak hanya terlihat dalam minat dan perilaku konsumen baru digital, namun juga
dari pergeseran cara operasional bisnis. Percepatan perubahan cara operasional
bisnis ini dipercepat oleh situasi pandemi COVID-19
sepanjang tahun 2020. Batasan yang tegas antara
lingkungan hidup, bekerja dan belajar akan mengabur pasca-pandemi. Untuk
beradaptasi pada situasi yang baru tersebut, bisnis perlu menangani kerumitan
operasional atau cara baru dalam mengelola tim jarak jauh dan tim fisik pada
saat yang sama. Untuk memastikan tercapainya tingkat produktivitas dan
kolaborasi yang sama seperti seblum penerapan Work From Home diperlukan
cara koordinasi baru yang terdistribusi
pada berbagai tim tim kecil.
Dalam studi Cisco and Jungle
Ventures, sekitar 60% dari Chief Information Officer (CIO) berbagai
perusahaan di kawasan Asia Tenggara telah menaikkan anggaran belanja rata-rata
15%. Ini akan meningkatkan inisiatif Work From Home (WFH) dalam
mengakomodasi rata-rata 70% dari total karyawan mereka. Peningkatan ini sangat
signifikan dibandingkan dengan angka karwayan yang bekerja secara Work From
Home sebesar 20% pada awal pandemi COVID-19. Kecenderungan inisiatif baru
ini diprediksi akan menjadi permanen karena 80% dari perusahaan yang mengikuti
survey Cisco mengharapkan kondisi tersebut bertahan dalam jangka panjang.
Strategi Adaptasi
Bertahan Sekarang, Berkembang Kemudian
Cisco and Jungle
Ventures memberikan saran dengan menunjukan
fakta bahwa transformasi permanen dari berbagai kejadian global (Pergeseran Digital, Pandemi COVID-19) dapat menjadi
katalis bagi reformasi ekonomi. Sebagai contoh pada tahun 2002 hingga 2003 lalu
saat terjadi Pandemi SARS, Cina menyaksikan pergeseran yang cepat dari
transaksi langsung ke transaksi e-Commerce. Alibaba melebarkan sayap e-Commercenya
dengan meluncurkan Taobao pada tahun yang sama. JD.com menggeser model
bisnisnya dari offline ke online memberikan pelajaran bahwa apa
yang seharusnya dapat mengakhiri bisnis JD.com dapat dimanfaatkan sebagai titik
tolak transformasi yang sukses.
Cisco and Jungle menyarankan bahwa bisnis harus segera
bertransformasi agar dapat bertahan di masa pandemi seperti sekarang ini. Saat
pandemi COVID-19 berakhir, bisnis dapat merubah strateginya dari survival
menjadi thriving atau mulai mengembangkan bisnis di tengah situasi baru.
Digitalisasi memegang peranan yang
sangat penting dalam pergeseran yang dinamis ini. Banyak negara-negara di ASEAN
menjadikan pergeseran digital ini sebagai prioritas nasional dalam beberapa tahun
terakhir. Sebagai hasilnya, kawasan ASEAN berkembang menjadi salah satu kawasan
dengan pertumbuhan ekonomi digital tercepat di dunia dengan pertumbuhan
berbagai platform digital di sektor-sektor esensial, seperti Pendidikan,
Retail, Kesehatan, dan lain sebagainya.
Pergeseran digital ini akan semakin
signifikan di masa depan. Hal ini terlihat dari derasnya akselarasi adposi
teknologi digital di seluruh kawasan Asia Tenggara. Di Indonesia saja,
pertumbuhan pengguna layanan digital dan Internet mampu tumbuh sebesar 25 Juta
hanya dalam waktu 6 bulan saja. Hal ini dikonfirmasi oleh studi yang dilakukan
oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII). Pertumbuhan siginifikan
ini menjadi salah satu kesempatan besar bagi bisnis untuk mentransformasikan bisnisnya
ke arah digital. (ADR).