Nataconnexindo.com, Tangerang – Jagad media sosial dihebohkan oleh cerita
viral tentang pengalaman mistis sejumlah mahasiswa ketika sedang KKN di sebuah desa di Banyuwangi. Utas dari rangkaian cerita yang
trending di Twitter tersebut memicu perbincangan ramai, mengundang banyak komentar dan pembahasan, dan meluas menjadi semacam "
urban sensations" yang memantik perdebatan, misalnya apakah cerita itu benar-benar terjadi atau hanya fiksi karangan saja.
Kehebohan dari cerita tersebut menimbulkan efek berantai. Sejumlah orang mencoba bermain "detektif-detektifan" dengan menelusuri lokasi yang menjadi latar cerita, yang sejak awal memang dirahasiakan. Ini kemudian melahirkan beragam perdebatan baru. Ada yang bilang, viral cerita tersebut menjadi marketing yang dahsyat bagi pariwisata desa yang dimaksud. Namun, ada juga yang berpendapat sebaliknya, bahwa hal itu justru bisa mengganggu warga kalau nanti kemudian banyak orang berbondong-bondong mengunjungi desa itu karena penasaran.
Mengapa sebuah cerita, informasi, gagasan, meme, produk, kampanye, video tertentu bisa begitu mudah diterima dan menyebar, sementara yang lain tidak, telah lama menjadi misteri yang diselidiki oleh para pakar pemasaran, ahli psikologi, ilmuwan sosial, pengamat digital, dan praktisi public relations. Semua itu tentu saja bukanlah sebuah kebetulan. Banyak contoh "getok tular sosial" yang bisa disebutkan, tapi mencari formula dan merumuskan bagaimana sesuatu agar mudah diterima dan disebarkan oleh banyak orang jauh lebih sulit.
Orang bisa menyebutkan produk tertentu misalnya, yang dilempar ke pasaran dengan dana marketing dan iklan yang melimpah, namun gagal menjadi populer. Kebanyakan restoran berakhir dengan kegagalan, kebanyakan bisnis lenyap dengan sendirinya, dan kebanyakan gerakan sosial tidak berhasil memikat masyarakat. Tapi, kadang-kadang, hanya dengan satu kalimat awal berbunyi "Twitter, Please Do Your Magic!" saja, sesuatu bisa mengundang ribuan komentar, like, dan share, dan pada akhirnya menggerakkan publik.
Ada seorang yang kehilangan kucingnya, lalu membuat semacam pengumuman di Twitter. Bagi orang tersebut, si kucing bukan sekadar binatang piaraan, melainkan, katanya, "Kita sekeluarga anggap dia adek bungsu. Bapak kalau pulang kerja pun yang dicari dia dulu." Dengan kalimat semacam itu, mudah untuk membayangkan bahwa tweet tersebut mampu mengundang banyak simpati, doa, dan dukungan, disertai dengan "keikhlasan" untuk ikut memviralkan dengan harapan membantu usaha menemukan kembali si kucing yang hilang.
Sebuah akun yang mengaku sebagai seorang anak sekolah suatu ketika mengumumkan dagangannya via Twitter. Setelah diawali dengan kalimat ajaib "Twitter, Please Do Your Magic!", dia pun bercerita bahwa dirinya berjualan via online untuk membantu neneknya yang sehari-hari jualan kue di pasar, dan kadang keluar-masuk gang. "Ini usaha berdua aku sama nenek, karena kita cuma tinggal berdua aja," tambahnya.
Jadi, masih mau memulai bisnis? Di tengah tren dan persaingan yang sengit sekarang ini? Siapkan ceritamu! Dan, tunggu Twitter mengerjakan keajaibannya untukmu! (EC)