Digital Marketing – Salah satu ciri utama dalam setiap kampanye digital marketing adalah penentuan target audiensi. Fitur-fitur pada platform digital marketing membuat sebuah kampanye digital marketing dapat menargetkan audiensi yang spesifik.
Oleh karena itu, memahami audiensi sebelum menjalankan sebuah strategi digital marketing jadi salah satu keharusan yang harus dilakukan. Apalagi jika produk yang dipasarkan melalui platform digital adalah produk seperti properti.
Produk properti memiliki target audiensi terbatas. Hal ini karena tidak semua orang memiliki kemampuan untuk membeli produk properti. Target audiensi produk properti memiliki kriteria khusus seperti usia produktif, pekerjaan, income, dan bahkan status pernikahan.
Dengan kekhususan target audiens properti tersebut, maka penargetan iklan untuk properti memerlukan pertimbangan yang lebih matang dibandingkan dengan produk lainnya. Nah, Dalam artikel ini Nata Connexindo, ahli pemasaran properti akan memberikan tips memahami target audiensi properti.
Target audiensi properti terbesar saat ini adalah generasi millennial yang dikenal sebagai discovery generation. Apa itu discovery generation? Simak selengkapnya di sini.
Mengenal Discovery Generation, Konsumen Properti Masa Kini Sebelum Anda Menjalankan Digital Marketing
Siapakah Discovery Generation yang membawa tren belanja online?
Bain & Company Singapore’s partner Gwendolyn Lim mengatakan bahwa belanja online tumbuh 3,2 kali lipat dari pertumbuhan digital consumer atau mereka yang menggunakan internet untuk berbelanja.
Namun, Lim juga mengatakan bahwa pertumbuhan ini bukan berarti penambahan jumlah individu yang berbelanja online, tetapi dari peningkatan jumlah belanja seorang individu yang melakukan aktivitas belanja online.
Rata-rata jumlah belanja online selama satu tahun dapat menembus angka 390 juta Dollar Amerika, jumlah yang sangat besar dan diprediksi akan terus meningkat. Facebook mendefinisikan discovery generation sebagai “those whose purchasing habits are largelry driven by inspirational and openness to digital discovery.”
Artinya, mereka yang bergantung pada penemuan produk melalui media online dan cenderung terbuka kepada berbagai pilihan yang ada dari produk yang sama. Pilihan tersebut dapat berarti brands, alternatif, dan lain sebagainya. Anggota dari generasi ini adalah mereka yang belum mengetahui apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara mendapatkannya.
Discovery Generation terbuka terhadap berbagai brand baru.
Berbeda dengan conventional shoppers yang keputusannya dipengaruhi oleh offline engagement yang mengakibatkan mereka sangat loyal terhadap satu brand. Offline Engagement yaitu tersedianya outlet fisik yang dekat dengan tempat tinggal, banyaknya eksposure dari media offline seperti billboard, brosur, iklan TVv, dan lain sebagainya.
Berbeda dengan discovery generation yang “menemukan” kebutuhannya melalui online engagement, sehingga kehadiran outlet fisik dan offline engagementi menjadi kurang bermakna. Hal ini dibuktikan dari data yang dirilis Facebook.
Data tersebut mengatakan bahwa 52% hingga 75% digital consumer bersedia untuk membeli produk yang sama dari brand yang berbeda. Kemudian, 45% digital consumer Asia Tenggara bersedia untuk berbelanja dari toko online yang tidak pernah mereka dengar.
Ada tiga pertimbangan yang mempengaruhi keputusan mereka tersebut, yaitu produk yang menarik, promosi, dan review pengguna. Ketiga pertimbangan tersebut jadi salah satu kunci penting kesuksesan pengembang properti meramu strategi pemasaran digital.
Discovery Generation selalu melakukan perbandingan saat belanja.
Ciri kedua dari discovery generation adalah mereka terlibat dalam membandingkan produk dari berbagai vendor online. Berbeda dengan conventional shoppers yang membandingkan produk dengan mengevaluasinya secara fisik.
Mayoritas discovery generation membandingkan sebuah produk dengan produk lainnya secara online dan offline tanpa mengevaluasi produk fisik atau datang ke outlet penujualan produk tersebut.
Sebanyak 86% discovery generation membandingkan produk yang akan mereka beli tanpa datang ke outlet fisik dimana produk tersebut dijual, artinya kehadiran outlet fisik menjadi kurang signifikan, karena hanya 33% dari generasi tersebut yang benar-benar datang ke outlet fisik.
Hal ini tentu menjadi tantangan bahwa produk dievaluasi secara tidak langsung berarti sebuah produk bergantung pada impresi secara online. Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha.
Berbagai strategi marketing konvensional harus dilengkapi oleh strategi digital marketing melalui konten-konten media sosial, website, dan iklan online. Oleh karena itu, mengadopsi digital marketing menjadi keharusan bagi pelaku usaha untuk bertahan menghadapi tren baru kedepan.
Simak terus update dari Blog Nata Connexindo Digital, ahli pemasaran digital properti untuk membuat strategi digital marketing Anda makin matang.(ADR).